Kemenag akan Sanksi Travel Haji tanpa Visa Resmi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) RI akan menjatuhkan sanksi tegas kepada biro perjalanan (travel) yang menawarkan paket perjalanan haji tanpa menggunakan visa resmi untuk berhaji. Menurut Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, pihaknya tidak akan menoleransi agen-agen travel yang terbukti menyalahi aturan.

“Kita akan memberi sanksi kepada travel (haji) yang menyediakan visa selain visa resmi haji,” kata Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (5/6/2024), dikutip kantor berita Antara.

Gus Yaqut, sapaan akrabnya, menyampaikan peringatan bahwa berhaji hanya boleh menggunakan visa resmi haji. Penegasan itu juga telah dilontarkan oleh pihak Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi. “Pemerintah Arab Saudi akan bertindak tegas. Saya juga sudah sampaikan, jangan berangkat haji tanpa visa resmi haji,” lanjutnya.

Dalam sistem hukum Indonesia, ihwal visa haji telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Dalam Pasal 18 beleid tersebut, ditegaskan bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah, yakni dengan undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Bila pihak biro perjalanan menawarkan layanan pembuatan visa selain kedua jenis itu, sebaiknya calon jamaah haji menolaknya.

“Di luar itu (visa haji kuota dan visa haji mujamalah–Red), pasti akan jadi masalah. Terbukti, beberapa jamaah Indonesia ada yang terkena aturan yang diberlakukan Kerajaan Arab Saudi,” ucap Gus Yaqut.

Sebagai informasi, visa kuota haji Indonesia terbagi dua, yaitui haji reguler dan haji khusus. Yang pertama diselenggarakan oleh pemerintah RI. Adapun yang belakangan diselenggarakan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).

Pada tahun ini, kuota haji RI sebanyak 221 ribu orang. Indonesia juga mendapat 20 ribu tambahan kuota sehingga total kuota haji Indonesia pada musim haji 1445 H/2024 M mencapai 241 ribu orang.

Untuk warga negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Arab Saudi, UU Nomor 8 Tahun 2019 mengatur, keberangkatannya wajib melalui PIHK. Adapun PIHK yang memberangkatkan WNI tersebut juga wajib melapor kepada Kemenag.

Sebelumnya, Konsul Jenderal RI Yusron B Ambary di Jeddah, Arab Saudi, menyampaikan bahwa sebanyak 37 WNI telah ditangkap aparat keamanan Arab Saudi karena kedapatan menggunakan visa non-haji. Pada Senin (3/6/2024), sebanyak 34 orang dari mereka sudah dipulangkan ke Tanah Air. Adapun tiga orang lainnya akan diproses secara hukum.

Kemarin, pihak kepolisian Arab Saudi juga mengamankan lima orang WNI di Masjidil Haram, Makkah. Kelima jamaah haji itu diamankan di lantai satu masjid suci tersebut karena kedapatan menggunakan jasa pendorong kursi roda yang tidak resmi.

Iptu Rasmawar, Tusi Perlindungan Jamaah (linjam) saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) di Makkah, Selasa (4/6/2024) siang menjelaskan, lima orang jamaah tersebut diduga menggunakan jasa mukimin Indonesia yang tidak resmi dan tidak memiliki izin masuk Masjidil Haram.

“Mereka juga tidak memiliki visa haji. Mereka menawarkan jasa ke jamaah langsung ke hotel-hotel jamaah. Promosinya jasa mereka lebih murah dan mendorongnya lebih pelan-pelan,” ujar Rasmawar.

sumber : Antara



Sumber: Republika