MKMK Putuskan Hakim Konstitusi Saldi Isra tak Terbukti Terafiliasi dengan PDIP


Hakim Konstitusi Saldi Isra (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan hakim konstitusi, Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik. Sebelumnya, Saldi dilaporkan ke MKMK oleh Andi Rahadian dari organisasi Sahabat Konstitusi karena menduga Saldi memiliki afiliasi dengan partai politik yaitu PDIP.

“Hakim terlapor (Saldi Isra) tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sepanjang terkait dugaan hakim terlapor berafiliasi dengan salah satu partai politik peserta pemilu yaitu PDI Perjuangan,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

Baca: Dubes: Pembentukan Aliansi RI di Luar ASEAN tidak Mungkin

Andi Rahadian dari organisasi Sahabat Konstitusi saat mengajukan laporan menyebutkan Saldi terafiliasi dengan PDIP. Hal itu ia lihat dari DPD PDIP Sumatra Barat yang mencalonkan Saldi sebagai calon wakil presiden (cawapres).

 

 

Dalam pertimbangannya, Palguna menyebut, Saldi telah membantah adanya komunikasi dan kesepakatan dengan PDIP soal pencalonannya sebagai cawapres. Saldi juga menegaskan dirinya berusaha menghindari popularitas. Seperti, ia menolak dinominasikan sebagai Tokoh Minang Nasional Penegak Konstitusi Berintegritas dalam acara HUT ke-17 Padang TV.

 

Masih terkait laporan terhadap Saldi Isra, MKMK juga memutuskan guru besar hukum tata negara itu tidak terbukti melanggar kode etik di saat penyampaian dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Baca: Menko Polhukam: Menguatnya Rivalitas China dan AS di Laut China Selatan

Kala itu, ia menyampaikan pendapat, Putusan MK Nomor 90 aneh luar biasa. Putusan itulah yang menjadi pintu masuk bagi Gibran Rakabuming Raka (36 tahun) bisa mendaftar cawapres. Padahal, aturannya pendaftar capres dan cawapres minimal 40 tahun.

“Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait penyampaian pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim terlapor dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XX/2023,” ujar Palguna.




Sumber: Republika