MPR Ingatkan Stabilitas Politik Dibutuhkan untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi

MPR Ingatkan Stabilitas Politik Dibutuhkan untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan, seluruh pihak perlu mewaspadai gejolak perekonomian dunia yang bisa berdampak di Indonesia. Ririe, sapaan Lestari Moerdijat, menuturkan, stabilitas politik dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.

Ia meminta seluruh pihak bisa menciptakan kondisi yang ondusif agar pertumbuhan ekonomi dapat menopang stabilitas nasional. “Semua pihak harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif agar pertumbuhan ekonomi dapat menopang stabilitas nasional di tengah ancaman gejolak ekonomi global dan tantangan tahun politik di dalam negeri,” kata Ririe dalam sambutannya pada diskusi daring bertema Indikator Ekonomi Indonesia Q1 2023 dan Masa Depan USD, dalam keterangan, Rabu (10/5/2023).

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini menambahkan, pada kuartal I 2033 perekonomian nasional menunjukkan indikator yang cukup mengembirakan. Namun, Rerie mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengingatkan permasalahan dunia selepas pandemi akan semakin kompleks. Sebab, selama tiga tahun pandemi dunia tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu menegaskan, perlu upaya membangun sistem jaring pengaman menghadapi ancaman gejolak kondisi global. Sebab, gejala global tersebut, dari sisi korporasi sudah mulai dirasakan dengan terjadinya gejolak mata uang dolar AS.

Direktur Riset INDEF, Berly Martawardaya menilai sejumlah sektor di Indonesia yang tumbuh di bawah rata-rata saat ini adalah industri, pertambangan, pertanian, dan perdagangan. Menurut Berly, dengan kondisi tersebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini akan lebih sulit.

Terlebih, menurutnya, dua faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini adalah good policy dan good luck. “Kita butuh good effort untuk ciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,’ ujarnya.

Terkait pengurangan pemakaian mata uang dolar AS, menurut Berly, harus diwaspadai peningkatan kebutuhan transportasi yang berdampak pada peningkatan penggunaan bahan bakar minyak (BBM), yang pengadaannya melalui impor. Di sisi lain, harga minyak sawit yang merupakan andalan ekspor Indonesia harganya mulai turun.

“Harus segera dilakukan upaya peningkatan nilai tambah dan diversifikasi produk turunan kelapa sawit, sambil mengupayakan terus peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di tanah air,” ujar Berly.

Selain itu, tambah dia, dalam strategi pembiayaan investasi perlu diterapkan kebijakan local sattlement currency (LSC) dan local sattlement payment (LSP). Hal ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Berly menyarankan, upaya impor dari China, Malaysia, dan Thailand yang sebesar 45 persen dari total impor Indonesia bisa memanfaatkan kebijakan LSC.



Sumber: InformasiRiau.com