REPUBLIKA.CO.ID, MALANG — Film dokumenter Tirta Carita: Sendang Malang di Cekung Gunung segera dirilis secara terbatas mulai 20 Mei 2023 di Movimax Sarinah Malang. Setelah itu, film yang memperoleh pendanaan dari Dana Indonesiana ini dibagikan di kanal YouTube sehingga dapat disaksikan secara umum.
Produser film, Latifah mengatakan, film ini ingin mendokumentasi khazanah lokal atau kekayaan dari Malang. Selain sisi folklor yang diangkat, timnya juga menyinggung sisi ekologis sehingga diharapkan dapat menyentuh kesadaran masyarakat yang menontonnya.
“Jadi bukan cuma cerita masa lalu,” kata dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Kertarajasa (STAB Kertarajasa) Kota Batu ini saat ditemui Republika di Kota Malang, Sabtu (6/5/2023).
Latifah sendiri sengaja mengambil topik sendang dalam filmnya. Hal ini karena air merupakan sumber dan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sebab itu, pihaknya menilai perlu mengangkat kondisi dan keunikan dari berbagai sendang di Malang Raya.
Sementara itu, tim produksi film, Nur Elifianita Susanti mengungkapkan, saat ini kondisi sendang di Malang Raya bermacam-macam. Ada sendang yang masih lestari, memasuki masa kritis, bahkan sudah mati.
Kritisnya kondisi itu dikarenakan beberapa faktor seperti bencana alam, eksploitasi berlebihan, tempat wisata, dan lain-lain. Di sisi lain, kondisi folklor dari sendang-sendang di Malang juga berbeda-beda.
Ada yang folklornya masih lestari, bahkan ada yang tidak ada sama sekali. “Sendang yang hampir mati itu biasanya minim folklor seperti di Sumbersari itu kami tidak nemu folklornya dan dulu ada,” jelas perempuan disapa Fani ini.
Dari banyaknya sendang di Malang Raya, tim produksi akhirnya hanya mengangkat delapan tempat. Antara lain Wendit, Pakis; Polaman, Lawang dan Selorejo, Dau, Kabupaten Malang. Kemudian Beji Sari, Lowokwaru; Sumber Alur; Kalisongo; Sumber Sareh, Kota Malang dan Songgoriti, Kota Batu.
Fani menyatakan, tim hanya memilih delapan sendang tersebut sebagai perwakilan masing-masing daerah. “Kita memilih misal karena satu-satunya sumber air panas Jatim, satu-satunya candi petirtaan. Lalu juga dilihat kondisi eksploitasi hampir mati atau lestari, ekologis masih lestari, hampir lestari, dan tradisinya juga dilihat dari hampir lestari, lestari sampai sudah mati,'” jelas perempuan berhijab ini.
Film telah mulai digarap sejak November tahun lalu. Setelah itu, tim mulai terjun ke lapangan untuk mempelajari sendang-sendang yang telah ditentukan. Adapun proses syuting film berlangsung mulai Februari 2023.
Sumber: Republika